SELAMAT DATANG DI WEB RESMI PERSATUAN MAHASISWA KECAMATAN SURALAGA

Rabu, 18 Maret 2015

Mereposisi Umat Melalui Implementasi Ekonomi Syariah

Oleh : Surtiana Nitisumantri
Kamis sore itu, sekitar 25 tahun yang lalu, Mang Karta nampak kecapean, setelah seharian mengayuh becaknya, sambil ia istiqomah menjalankan ibadah shaum sunat Senin-Kamis meneladani shaumnya Rasululloh Saw. Keistiqomahan Mang Karta dalam beribadah tersebut, patut mendapat apresiasi dari kita.
Meskipun berada dalam serba keterbatasan, ia tetap saja taat dan disiplin shalat berjamaah di mesjid, serta belum pernah meninggalkan shaum sunat Senin-Kamis dan sholat tahajjud setiap malam. Waktu shalat Maghrib, kami pengurus masjid sengaja menyiapkan hidangan untuk berbuka bersama Mang Karta. Suasana cukup kondusif karena kami semua punya waktu berbincang-bincang lebih lanjut pasca shalat Maghrib dan tadarus.
Mang Karta kami minta untuk bercerita pengalaman hidupnya, tidak begitu lama iapun menceritakan pengalaman mengayuh becaknya yang sudah ia tekuni selama 15 tahun.
Pa Sumantri : “Mang sudah lama mengayuh becaknya?”
Mang Karta    : “Sudah Pak ya kira-kira 15 tahunan lah”
Pa Sumantri    : “Setoran per harinya berapa Mang “
Mang Karta    : “Seribu lima ratus rupiah, Pak“
Kemudian Pa Undang turut nimbrung dengan pertanyaanya.
Pa Undang      : “Maaf Mang, kalau pendapatan harian Mang Karta rata-rata berapa?”
Mang Karta    : “Ada dua ribu lima ratus rupiah, ada dua ribu rupiah, tapi juga pernah dapat seribu tiga ratus rupiah, Pak“
Pa Undang      : “Mang Karta ngayuh becaknya itu tiap hari?”
Mang Karta    : “Ya Pak, ba’da sholat subuh saya mulai ngayuh becak, pulang ba’da Isha, kecuali hari Jum’at saya libur“
Pa Jaja             : “Kenapa Mang nggak pinjam aja uang dari bank, atau perorangan untuk beli becak sendiri, nanti dicicil dari hasil setoran yang Mang Karta dapat setiap harinya”
Mang Karta    : “Maaf Pak, kalo itu saya ndak mau karena saya tidak mau terjebak dengan praktek yang bersifat ribawi, itu kan haram Pak, sambil Mang Karta membaca salah satu ayat tentang riba, yaitu :

وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS. Ar Rum : 39)
Pembicaraan kami berhenti, seiring dengan waktu sholat Isya tiba, kemudian Mang Karta, adzan. Selesai adzan sholat berjamaahpun dimulai, kebetulan jadwal imam waktu itu adalah Pa Jaja. Setelah selesai sholat Isha berjamaah, Mang Karta melanjutkan sholat sunat Rowatib ba’da Isha dua rakaat kemudian baru pulang sambil merogoh kantongnya serta memasukkan infaq ke kotak amal yang ada di Mesjid itu. Demikianlah perilaku Mang Karta setiap harinya, tanpa ada hari yang kelewat untuk shalat berjama’ah di Mesjid. Kegiatan khusus yang dilakukan oleh Mang Karta dalam kaitan beribadah tamarul masajid, adalah bersih-bersih di Masjid untuk persiapan shalat Jum’ah berjama’ah, sehingga Mesjid bertambah bersih dan wangi karena campur tangan Mang Karta.
Kegiatan ibadah yang istiqomah dari Mang Karta dibarengi dengan dalamnya pengetahuan agama, sehingga dia mampu di luar kepala menyampaikan ayat Al-Qur’an dengan fasih dan langsung berkenaan dengan pokok masalah yang dibicarakan itulah yang membuat kami terpanggil untuk berbuat sesuatu baginya, sehingga melalui salah satu sistem ekonomi syari’ah yang kami gagas saat itu, bagaimana caranya agar kami mampu mereposisi Mang Karta, dari penarik beca milik orang lain, untuk dapat menjadi penarik beca miliknya sendiri.
Rapat DKM pun digelar, melalui pertimbangan-pertimbangan syar’iyyah yang matang serta pertimbangan sosial dan ekonomi yang relevan dengan pemanfaat dana ZIS secara implementatif dalam mereposisi ummat untuk meningkatkan status sosial dan ekonominya, kami sepakat untuk mengeluarkan uang sebagai infaq bagi Mang Karta tersebut. Adapun pertimbangan yang menjadi dasar keputusan kami adalah :
  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

إِنَّمَا الصَّدَقٰتُ    لِلْفُقَرَآءِ    وَالْمَسٰكِينِ    وَالْعٰمِلِينَ    عَلَيْهَا    وَالْمُؤَلَّفَةِ    قُلُوبُهُمْ    وَفِى    الرِّقَابِ    وَالْغٰرِمِينَ    وَفِى    سَبِيلِ    اللّٰـهِ    وَابْنِ    السَّبِيلِ    ۖ    فَرِيضَةً    مِّنَ    اللّٰـهِ    ۗ    وَاللّٰـهُ    عَلِيمٌ    حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 6)
  1. Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. mengutus Umar untuk menarik zakat. Lalu dikatakan bahwa Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas, paman Nabi saw. enggan mengeluarkan zakat. Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Penolakan Ibnu Jamil tidak lain hanyalah pengingkaran terhadap nikmat, dahulu ia melarat, lalu Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, maka kalianlah yang menganiaya Khalid. Dia telah mewakafkan baju besi dan peralatan perangnya pada jalan Allah. Sedangkan Abbas, maka zakatnya menjadi tanggunganku begitu pula zakat semisalnya. Kemudian beliau bersabda: Hai Umar, tidakkah engkau merasa bahwa paman seseorang itu mewakili ayahnya?.” (Shahih Muslim No.1634)
  1. Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Allah Taala berfirman: “Hai anak cucu Adam, berinfaklah kalian, maka Aku akan memberi ganti kepadamu. Rasulullah saw. bersabda: Anugerah Allah itu penuh dan deras. Ibnu Numair berkata: (Maksud dari) mal’aan adalah pemberian yang banyak dan mendatangkan keberkahan, tidak mungkin terkurangi oleh apapun di waktu malam dan siang”. (Shahih Muslim No.1658)
  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ    ءَامَنُوا۟    اتَّقُوا۟    اللّٰـهَ    وَذَرُوا۟    مَا    بَقِىَ    مِنَ    الرِّبَوٰٓا۟    إِن    كُنتُم    مُّؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah: 278)
Maka terkumpullah uang sejumlah Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah), dengan niat li i’la’i kalimatillah dari segenap pengurus masjid. Adapun rincian infaq yang terkumpul saat itu adalah : 1. Kas Masjid Rp. 250.000,- 2. Sisanya sebesar Rp.950.000,- adalah infaq pribadi masing-masing segenap Pengurus DKM, jadi genaplah uang Infaq untuk Mang Karta seluruhnya berjumlah Rp. 1.200.000,-
Namun demikian, hasil keputusan kami para pengurus DKM sepakat memutuskan skenario yang kami lakukan agar surprise bagi Mang Karta sekeluarga, adalah :
  1. Mang Karta untuk sementara waktu tidak diberi tahu dulu bahwa akan dibelikan 1 (satu) unit becak dari uang infaq DKM Mesjid dan para pengurusnya;
  2. Infaq yang diberikan adalah berupa 1 (satu) unit becak, bukan berbentuk uang tunai;
  3. Hasil setoran harian sebesar Rp. 1.500,-/hari di setor ke Rekening Tabungan atas nama pribadi Mang Karta, pada Lembaga Baitul Maal Mesjid kami, yang untuk sementara waktu diinformasikan ke Mang Karta sebagai catatan setoran harian becaknya;
  4. Pemberitahuan bahwa senyatanya becak yang Mang Karta kayuh tiap hari adalah miliknya pribadi, kami sepakat pada saat uang tabungan pribadi Mang Karta sudah terkumpul setelah mencukupi untuk beli becak yang kedua, atau jumlahnya senilai Rp. 1.200.000,- tersebut.
Sejalan dengan perkembangan waktu, dalam jangka 2,5 tahun uang tabungan Mang Karta sudah terkumpul sebesar Rp. 1.200.000,-, maka sesuai dengan rencana semula bahwa acara penyerahan becak yang kedua kepada Mang Karta, akan dilakukan pada saat kami berbuka puasa Sunat Senin – Kamis bersama di Mesjid.
Tibalah saatnya tepatnya hari Senin, kami adakan acara berbuka puasa bersama yang dilanjutkan dengan acara pengajian rutin ba’da Isha, maka acara penyerahan beca yang ke-2 untuk Mang Karta dilaksanakan. Sebelum penyerahan becak yang ke- 2 tersebut, diinformasikan terlebih dahulu sambil kami minta maaf bahwa dulu untuk sementara waktu tidak berterus terang dengan skenario yang kami lakukan, demi menilai lebih lanjut bagaimana tingkat keistiqomahan Mang Karta dalam menjalani kehidupan dan beribadah kepada Allah Swt.
Sambil berlinang air mata yang dilanjutkan dengan sujud syukur, Mang Karta menerima becaknya yang kedua dengan senang hati, hingga sejak saat itu Mang Karta dapat direposisi dari “Tukang Becak“ menjadi “Pemilik Becak“.
Kami segenap pengurus Masjid sadar bahwa, sesuatu hal kecil jika dimulai untuk mengelola dana umat (zakat, infaq dan shodaqoh) melalui manajemen ekonomi syari’ah betapa dahsyatnya dampak positif yang akan diperoleh bagi kita semua umat Islam, minimal bermanfaat untuk lingkungannya sendiri.
Nashrun min Allahu wa fathun qorriib
Wassalamu’alaikum wr wb

Kamis, 12 Maret 2015

Hukum Dan Keutamaan Belajar Akidah

Pendahuluan

Tidak diragukan lagi menuntut ilmu merupakan amalan yang sangat mulia. Bahkan merupakan kewajiban setiap Muslim1. Banyak sekali ayat maupun hadits RosulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menyebutkan tentang keutamaan seorang ulama dan penuntut ilmu.2 Mereka adalah sebaik baik makhluk3. Kesaksian mereka atas keesaan Allah disejajarkan dengan kesaksian Allah dan para malaikatnya4. Derajat mereka ditinggikan.5 Para malaikat serta makhluk hidup yang lainnya senantiasa mendoakan mereka.6 Bahkan Allah menjadikan ukuran kebaikan seseorang dengan ilmu yang dia miliki7. Cukuplah kemudahan meraih syurga8 yang dijanjikan bagi mereka, menjadi motivasi kita untuk mengikuti jejak mereka.
Para ulama menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud dalam nash-nash yang ada adalah ilmu syar’i9. Ilmu yang berlandaskan dari Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman Salafusshalih. Dan diantara semua ilmu syar’i yang ada, ilmu akidah (atau disebut juga dengan ilmu tauhid) menempati posisi yang pertama. Hal ini dikarenakan objek pembahasannya yang berkaitan dengan Zat Allah dan peribadahan kepadanya. Sementara tidak ada yang lebih dibutuhkan oleh jiwa manusia melebihi pengenalannya terhadap Zat Allah ta’ala ( (ma’rifatullah). Dan –sebagaimana kata para ulama-,10“keutamaan suatu ilmu bergantung dengan keutamaan objek yang dikaji dalam ilmu tersebut.”

Hukum Belajar Ilmu Akidah

Mempelajari Ilmu akidah secara umum hukumnya wajib bagi seorang Muslim. Namun para ulama membaginya menjadi dua bagian. Yang bersifat fardhu ‘ain, yaitu ilmu akidah secara global (Ijmaali). Dan yang bersifat fardhu kifayah, berupa rincian rincian ilmu akidah (Tafshiili).11 Akidah ahlu sunnah secara global seperti keyakinan adanya Allah, malaikat, para nabi, dan kitab kitab yang diturunkan, serta akan datangnya hari kiamat dan sebagainya. Dalam hal ini wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari dan mengetahui serta meyakininya, dan berdosa jika ditinggalkan. Adapun rincian hal hal tersebut, seperti mengenal nama nama malaikat dan tugas tugasnya atau rincian kejadian di hari kiamat dan sebagainya, maka hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Jika sebagian kaum Muslimin sudah mempelajarinya dengan benar, maka menjadi gugur kewajiban kaum muslimin yang lain untuk mempelajarinya.
Namun ada dua kondisi dimana mempelajari rincian akidah menjadi fardhu ain. Yang pertamaketika seseorang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mempelajarinya. Dalam kondisi seperti ini, tidak diperbolehkan baginya meninggalkan kesempatan mempelajari rincian akidah yang benar. Seperti seseorang yang berkesempatan menempuh pendidikan di timur tengah, dan disana diajarkan kajian akidah secara rutin, maka ketika itu diwajibkan baginya mengikuti dan mempelajari akidah tersebut. Namun bagi masyarakat awam misalnya, yang tidak memiliki kesempatan atau kemampuan mempelajari akidah, maka cukup baginya mengetahui akidah ahlu sunnah secara global.
Adapun keadaan yang kedua, mempelajari rincian akidah menjadi wajib ketika hal itu menjadi kebutuhan mendesak. Sebagai contoh, di suatu tempat yang disana tersebar aliran sesat, sehingga banyak orang yang rusak akidahnya, maka setiap orang wajib membentengi dirinya dengan ilmu akidah yang berkaitan dengan penyimpangan yang terjadi. Yang dengan itu dia bisa menangkal dan selamat dari paham sesat tersebut. Seseorang yang tinggal di tempat yang disana tersebar aliran syiah, wajib baginya untuk mempelajari syubhat syubhat syiah dan bantahannya. Seseorang yang tinggal di tempat yang disana banyak penyembah kuburan, wajib bagi nya untuk mempelajari tentang syirkul qubur (syirik yang berkaitan dengan kuburan) dan seterusnya.
Dan berikut beberapa point yang menunjukan pentingnya mempelajari ilmu akidah ;

Kewajiban pertama dan terakhir setiap muslim

Para ulama sepakat bahwa kewajiban pertama seorang mukallaf adalah membaca dua kalimat syahadat yang merupakan kalimat tauhid12. Dan mereka juga sepakat, bahwa seseorang yang sudah melakukannya sebelum baligh tidaklah diperintahkan untuk memperbaharui dengan mengulanginya kembali ketika sudah baligh13.
Begitu juga seorang yang kafir, ketika hendak masuk islam kewajiban yang pertama kali dibebankan kepadanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagaimana ditunjukan oleh hadits riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu. Ketika Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘Anhu ke Yaman beliau bersabda, “Wahai Mu’adz sesungguhnya engkau akan menemui kaum ahli kitab. Maka hendaklah hal yang pertama kali engkau dakwahkan adalah supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah…” 14.
Selain kewajiban yang pertama tauhid juga kewajiban akhir seorang muslim. Seseorang yang meninggal dalam keadaan bertauhid akan masuk syurga. Namun sebaliknya jika seseorang meninggal dalam keadaan syirik yang membatalkan tauhidnya, maka dia akan masuk neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang akhir perkataannya laa ilaaha illallah dia akan masuk syurga15. Beliau juga bersabda, “talkinlah seorang yang hendak meninggal dari kalian untuk mengucapkan laa ilaaha illallahu..” 16 . Maka tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan yang terakhir setiap Muslim.

Ilmu tauhid dibutuhkan di alam kubur

Bukan hanya di dunia, Ilmu tauhid juga dibutuhkan hingga di alam kubur untuk menjawab fitnah kubur berupa 3 pertanyaan malaikat17. Sebagaimana diketahui bahwa seorang yang sudah meninggal akan mendapatkan fitnah kubur berupa pertanyaan malaikat. Tentang siapa Tuhan, Nabi, dan Agama mereka. Tiga pertanyaan ini hanya akan dijawab oleh mereka yang memiliki akidah yang benar tentang tiga hal tersebut.18

Akidah dengan amalan ibarat sebuah pondasi dari sebuah bangunan

Tanpa akidah yang benar suatu amalan tidak akan berguna. Allah ta’ala berfirman, “Dan kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Qs. Al Furqon : 23). Dan inilah salah satu alasan kenapa Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di permulaan dakwahnya, tiga belas tahun di Makkah, hanya berdakwah kepada tauhid. Sampai ketika tauhid ini sudah menancap dalam jiwa para sahabat, barulah turun syariat syariat yang merupakan bangunan agama Islam.

Inti dakwah para nabi

Diutusnya para Rosul merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia terhadap dakwah yang dibawa oleh para Rosul sangat mendesak. Bahwa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat terdapat pada ajaran yang dibawa oleh para Rosul. Allah ta’ala berfirman, Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Al Imron : 164)
Dan kalau kita membaca nash nash yang ada, kita akan mengetahui bahwa inti ajaran para Rosul yang di utus adalah tauhid.19Tidaklah seorang Rosul di utus, kecuali menyeru kaumnya kepada tauhid. Allah ta’ala berfirman, “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (Qs. An Nahl : 34). Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “sesungguhnya aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah20Hal ini menunjukan pentingnya tauhid.

Bahaya tidak memahami tauhid

Sesorang yang tidak memiliki ilmu tauhid yang benar mungkin sekali terjatuh kedalam kesyirikan yang merupakan dosa yang paling besar. Bahkan bisa mengeluarkan pelakunya ke dalam islam. Dia akan meremehkan perbuatan dosa, bahkan syirik sekalipun. Dia akan menyangka selama sudah mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia akan aman. Padahal lihatlah nabi Ibrohim ’alaihi Salam. Imamnya Ahlu Tauhid, bapak para nabi, penghancur berhala berhala di zamannya. Meskipun begitu beliau sangat takut terhadap kesyirikan21, hingga selalu berdoa kepada Allah meminta dijauhkan dari perbuatan kaumnya yaitu menyembah patung. Allah ta’ala berfirman –menyebutkan doa nabi Ibrohim ‘alaihi salam“dan jauhkanlah aku dan anak anaku dari menyembah patung” (Qs. Ibrohim: 35). Ini tentu berdasarkan pemahamannya terhadap makna tauhid yang benar. Hal ini tidak akan timbul dari orang yang bodoh terhadap ilmu tauhid.

Perhatian para ulama salaf terhadap Ilmu Akidah

Kalau kita membaca sejarah para pendahulu kita dari kalangan salaf, kita akan mendapatkan besarnya perhatian mereka terhadap masalah akidah. Tidak ada yang lebih diperhatikan oleh para ulama salaf melebihi perhatian mereka terhadap ilmu akidah. Hal ini terlihat dari banyaknya kitab yang ditulis dalam ilmu akidah.22Hal ini tentu saja berdasarkan pemahaman mereka akan pentingnya ilmu akidah, serta bahaya yang akan timbul dari kebodohan umat dalam masalah akidah. Wallahu ‘Alam
Bersambung insya Allah…
***
Catatan kaki
1 Hadits Anas bin Malik lihat hadits no 5266 dalam Al Jaami’ As Shoghir Imam Suyuthi, dan dihasankan oleh beliau.
2 Tentang keutamaan ilmu lihat di kitab Jaami’ bayaanul Ilmi Wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Barr (Dar Ibnul Jauzi, Dammam)
3 Qs. Al Bayyinah : 7
4 Qs. Al Imron : 18
5 Qs. Al Mujadalah : 11
6 Lihat hadits no 1838 di sohih Al Jaami.
7 Lihat hadits riwayat Bukhori No. 7312 dan Muslim No. 1037
8 Lihat Hadits no 88 di sohih Ibnu Hibban
9 Ibnul Qoyyim Rahimahullah dalam Qoshidah Annuniyah nya berkata,
العلم قال الله وقال رسوله قال الصحابة هم أولوا العرفانى
“Ilmu adalah firman Allah dan firman Rosul Nya perkataan para sahabat merekalah pemilik pengetahuan”
10 Ibn Abil Izz, Syarhul Akidah At Tohawiyah, hal. 2
11 Ibid hal. 3. Namun dalam ta’liq (catatan) nya terhadap Syarh Akidah Tohawiyah, Dr. Ibrohim Ar Ruhaili Rahimahullah berpandangan bahwa tidak tepat pembagian mempelajari akidah menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah. Tapi lebih tepat dikatakan pembagiannya menjadi wajib dan mustahab. Sebagai contoh mengenal Allah ta’ala dengan mempelajari asmaul husna secara rinci tidak tepat jika dikatakan sebagai fardhu kifayah, bahkan fardhu ain bagi setiap orang untuk mengenal Allah. Wallahu ‘Alam
12 Hal ini berbeda dengan keyakinan Asyairoh. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa kewajiban seorang mukallaf adalah keraguan (As Syak). Sebagian lain menyatakan pengamatan (An Nadzor) dan seterusnya sampai ada 6 lebih pendapat. (lihat Dr Safar Hawali, Manhajul Asyaa’iroh Fil Akidah (Dar Sofwah, cet 1 1434 H) hal. 16 dan Syarhul Akidah Tohawiyah. Hal.6
13 Ibn Abil Izz. Hal. 6
14 HR Bukhori no. 4347
15 Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban (719), dan disohihkan oleh syaikh Al Bani dalam Irwaaul Gholil (3/50)
16 HR Muslim No. 916
17 Fitnah kubur disepakati keberadaannya oleh para ulama baik salaf maupun khalaf. Dalam hal ini kelompok yang menyelisihi dengan mengingkari adanya fitnah kubur adalah Bisyr Al Mariisi dan para pengikutnya dari kalangan Mu’tazilah. Lihat Ma’aarijul Qobul, Hafidz Al Hakimi (Dar Ibnul Jauzi, Dammam, Cet. 8; 1432 H) Juz 2 Hal. 872-880
18Penjelasan tentang tiga jawaban atas pertanyaan malaikat dijadikan dasar dalam risalah Ushulus Tsalasah, Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah
19 Lihat Ibn Abil Izz, Syarhul Akidah At Tohawiyah, Hal. 137
20 Bukhori No. 22 dan Muslim No. 25
21 Lihat pembahasan tentang hal ini di kitabut Tauhid, Muhammad bin Abdul Wahhab, bab 3. Dan syarahnya Syaikh Sholih Alu syaikh, At Tamhid (Maktabah Darul Minhaj, Riyadh) hal. 50-65
22 Lihat perkembangan penulisan kitab kitab akidah dalam kitab Tadwin Ilmul Akidah Inda Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, Dr. Yusuf bin Ali At Thoraifi (Dar Ibnu Khuzaimah, cet I: 1430 H, Riyadh), terutama di Muqoddimah (Hal. 11-43)
sumber..
Penulis: Abdullah Hazim
Artikel Muslim.Or.Id